Your Promise


Cast :
  • iDolls Han Yongjin (Profile)
  • Infinite Nam Woohyun 
  • iDolls Song Eunkyung (Profile)
  • Other iDolls Members (Profile)
  • Other Infinite Members

 
Genre :
  • Friendship 
  • Angst


Preview :
“Aku tau, kalau kau menangis, aku tidak akan jadi orang pertama yang kau datangi. Iya kan? Tapi kau tau? Kau boleh kapan saja datang kepadaku. Aku kan sahabatmu. Saat kau tertawa, aku juga akan tertawa. Tapi saat kau datang kepadaku sambil menangis, aku akan duduk di sampingmu. Menghiburmu sampai kau tersenyum. Menemanimu menangis kalau kau tidak bisa berhenti menangis. Mungkin aku akan ikut menangis.”
===========================================================================================


His Promise

Namaku Song Eunkyung. Aku hidup cukup bahagia. Dikelilingi sahabat-sahabat yang selalu ada untukku. Dan aku harus bisa selalu ada untuk mereka semua. Sahabat terdekatku, yang sudah kuanggap sebagai saudara sendiri, ada 5 orang. Kang Hyemi, Kang Sanghwa, Kang Hahee, Han Yongjin, dan Han Yongneul. Kami tinggal satu atap dan itu artinya sangat tidak mungkin aku tidak mengetahui kalau mereka sedang ada masalah dan sebagainya, begitu pula sebaliknya. Dan itu bukan berarti kami berenam tidak pernah bertengkar. Kami bekerja dibidang entertainment, yang mengharuskan kami untuk bekerja dibawah tekanan dari segala pihak. Tentu saja itu untuk kemajuan girlgroup kita, dan kita sangat berterima kasih untuk itu. Saat member yang lain mengeluh, aku yang bertanggung jawab untuk menghibur mereka, aku leader mereka. Mereka bergantung padaku. Dan berarti tanggung jawabku untuk menjalankan karir kami lebih besar.

Sekarang pun aku sedang mempertanggungjawabkan jabatanku sebagai leader, kami sedang briefing untuk perform nanti malam. Kami berkumpul di sebuah ruangan, mengelilingi meja panjang. Memperhatikan pengarahan seseorang tentang perform kami, seperti, kapan kita harus keluar, di mana kami harus berdiri, hal-hal semacam itu. Sebenarnya aku bosan. Hanya duduk di sini dan mendengarkan. Kuhitung, aku sudah menguap 20 kali selama 15 menit terakhir, atau mungkin lebih? Tapi seperti yang kubilang tadi, aku harus mempertanggung jawabkan jabatanku sebagai leader. Aku harus tetap duduk di kursiku sampai briefing ini berakhir. Aku mengambil selembar kertas, dan mulai menggambar. Sebenarnya tidak bisa disebut menggambar, aku hanya mencoret-coretnya dengan garis-garis abstrak.

Yongjin, yang duduk di sebelah kananku juga terlihat bosan. Dia menatapku dan menarik-narik lengan bajuku. “Aku bosan.”

“Aku juga,” jawabku.

Hening beberapa detik, hanya terdengar suara orang yang tadi memberikan pengarahan. Serius deh, kenapa sih kita nggak langsung rehearsal di panggung aja? Omelku dalam hati. Aku menghela nafas. Bosan! Bosan! Bosan! Yongjin kembali menarik lengan bajuku. Aku menoleh dan menaikkan kedua alisku, dia mengangkat tangannya ke mulutnya. Aku mendekatkan telingaku ke  arahnya, seperti yang kuduga, dia ingin membisikiku sesuatu.
 
“Umma,” bisiknya. “Umma lihat deh namja yang duduk di depanku,”

Aku melirik namja yang duduk dihadapan Yongjin. Benar, diruangan ini tidak hanya ada iDolls, girlgroup-ku. Tapi juga ada infinite. Briefing kami saat ini bertujuan untuk memberi pengarahan perform kami bersama mereka nanti malam. Kami akan satu stage dengan mereka. Aku hanya kenal salah satu membernya, Sungjong, dia sahabatku, sekarang dia duduk dihadapanku. Dari tadi aku sudah menendang-nendang tulang keringnya untuk menghilangkan bosan, dia hanya meringis dan tidak membalas. Namja yang duduk di sebelah kirinyanya–yang juga di hadapan Yongjin– sepertinya aku tau namanya, siapa ya? Aku pernah bertemu dengannya saat menjadi bintang tamu di Oh My School waktu itu. “Kalau tidak salah, dia L,” bisikku ke Yongjin.

“Yang di sebelahnya?”

“Itu leader Infinite. Tapi aku nggak tau namanya,”

“Yang di sebelahnya lagi?”

Orang yang dimaksud Yongjin sedang mendengarkan pengarahan dengan wajah serius, tapi tetap saja dia tidak bisa menahan untuk tidak menguap. “Molla. Wae?” aku menatap Yongjin.
 
“Annniyo, Cuma nanya aja,” jawabnya.

“Oh,” jawabku singkat. Bohong, kau tidak bisa bohong kepadaku. Matamu menunjukkan kalau kau tertatrik padanya. Ya kan? Hahaha. Aku merobek kertas yang ada di hadapanku. Menulis sesuatu, dan menyerahkannya ke Sungjong. Tentu saja tidak terang-terangan. Aku berpura-pura memberikan sebuah pulpen dan menyelipkan kertas itu.

Sungjong-ah, namja yang duduk 3 kursi di sebelah kirimu. Siapa namanya? Berapa umurnya?

Sungjong membaca pesan dariku dengan kening berkerut. Dia melihat namja yang kumaksud, dan kembali menatapku. “Wae?” tanyanya tanpa suara.

Aku hanya menjawabnya dengan tatapan jawab-saja-pertanyaanku!

Dia menggaruk kepalanya, menulis sesuati di balik kertas itu, dan menyerahkannya kepadaku. Tentu saja dengan menggunakan pulpen seperti yang aku lakukan tadi.

Itu Nam Woohyun hyung. Dia lahir 1991. Wae?
             
Aku tersenyum dan menjawab

Anni, kau lihat yeoja yang duduk di sebelah kananku? Kenalkan hyung-mu itu pada kami berdua.
             
Sungjong terlihat bingung, tapi ia menatapku sambil mengangguk. Aku tersenyum singkat padanya dan balas mengangguk. Aku beralih ke Yongjin dan berbisik ke telinganya. “Nama-nya Nam Woohyun,”
             
Yongjin berbalik menatapku dengan tatapan terkejut. “Jeongmalyo?” tanyanya dengan suara pelan. Hanya kami berdua yang bisa mendengar suaranya. “Umma tau dari mana?”
             
“Kau lupa nenek buyut-ku cenayang?” kataku sambil tersenyum jahil. Nenek buyutku memang cenayang. Aku memang kadang bisa menggunakan keahlian nenek buyutku itu. Tapi tidak setiap saat.
             
“Yang cenayang kan nenek buyut umma. Bukan umma. Kadang aku iri sama umma,” katanya.
            
“Kau tidak akan mau melihat makhluk-makhluk yang seharusnya tidak bisa kau lihat. Termasuk orang yang sudah mati. Percayalah padaku,” kataku. Ya. kadang aku melihat “mereka”.
             
Briefing selesai 15 menit kemudian. Manager kami menyuruh kami untuk beristirahat sebelum rehearsal 10 menit lagi. Kami menunggu di ruang tunggu sambil beristirahat. Aku, seperti biasa memainkan game dari PSP yang selalu kubawa. Handphone-ku berdering, menandakan ada sms masuk. Aku meraih handphone-ku dan membaca sms masuknya.

From : Infinite Lee Sungjong
Eunkyung-ah, kau di mana?
Katanya mau berkanalan dengan hyung-ku.
Jadi tidak?
Aku ada di depan ruang tunggu iDolls ya.

             
Astaga! Aku lupa! Aku segera menarik lengan Yongjin yang sedang mendengarkan musik di sudut ruangan, mencopot headsetnya, menyerahkan i-pod-nya ke Hahee, dan membawanya keluar ruangan.

“Umma, kita mau ke mana?” tanya Yongjin.
            
“Udah, kamu ikut aja,” aku melambaikan tangan ke arah Sungjong yang sudah menunggu di depan ruangan. Setelah mengenalkan Yongjin ke Sungjong, Sungjong membawa kami ke ruang tunggu Infinite. Di ruang tunggu itu hanya ada Woohyun dan leader Infinite yang sampai sekarang, aku belum mengetahui namanya.
             
“Hyung,” panggil Sungjong. Dua namja itu menoleh, dan terkejut. Ngapain Sungjong membawa 2 yeoja itu ke sini? Mungkin begitu pikir mereka.
             
“Kenalin nih temen-temenku. Mungkin hyung udah tau nama mereka. Tapi nggak ada salahnya kan sama-sama kenal? Yang ini namanya Eunkyung,” Sungjong mengenalkanku kepada hyungnya. Aku membungkukkan badanku sedikit.
            
 “Dan yang ini namanya Yongjin,” Sungjong menunjuk Yongjin yang berdiri kebingungan di sampingku. Yongjin juga membungkukkan badannya.
             
Leader Infinite mengulurkan tangannya. Aku menatapnya, dan menjabat tangannya. “Sunggyu imnida,” katanya sambil tersenyum. Aku membalas senyumnya.

Oh, namanya Sunggyu ya? Aku mencatat namanya di otakku. Ia juga memperkenalkan dirinya kepada Yongjin.

Setelah itu ganti Woohyun yang mengulurkan tangannya kepadaku dan Yongjin. “Woohyun imnida,” katanya. Yongjin sangat gugup saat menjabat tangan Woohyun. Aku tersenyum puas. Pertama karena aku berhasil mengenalkannya kepada Woohyun, dan kedua karena aku berhasil membuat jantungnya hampir copot. Itu merupakan kepuasan tersendiri, kau tau? Hahahaha.

Begitulah awal perkenalan kami dengan member Infinite. Sudah beberapa bulan berlalu dan sampai sekarang kami masih merupakan sahabat dekat. Aku bisa menyebutkan semua nama member Infinite tanpa salah sekarang. Termasuk tahun lahir mereka. Kau boleh menantangku kalau mau.

Walaupun kami dekat dengan semua member Infinite, Sunggyu, Woohyun, dan Sungjong lah yang paling dekat dengan kami. Aku bisa mempercayakan rahasia-ku pada mereka. Terutama Sungjong. Dia mengetahui hampir semua rahasia-ku. Dan Yongjin, sudah bisa di tebak, dia sangat dekat dengan Woohyun.


Walaupun kami dekat dengan member boyband, kami juga mempunya namjachingu. Jadi kedekatan kami dengan member boyband itu hanya sebatas teman, dan sahabat. Namjachingu kami tau akan hal itu. Semua sahabat kami adalah sahabat mereka juga.
 
***

Malam itu hujan turun dengan lebat. Yongjin meringkuk di kamarnya. Tidak mau keluar. Tidak mau makan. Tidak mau bicara. Sudah berjam-jam dia di dalam kamarnya.

Onel, anak anjing kesayangannya, yang merupakan hadiah ulang tahun dari Woohyun. Sore tadi keracunan. Dan sekarang anjing itu mati. Onel dikubur di taman kecil yang ada di belakang dorm kami. Aku harus memohon pada Hyemi untuk mengikhlaskan sepetak tanah taman kecilnya untuk mengubur Onel. Dia menyetujuinya walau pun setengah hati.
             
Sekarang aku sedang berusaha membujuk Yongjin untuk keluar kamar. Aku sudah mengetuk-ngetuk pintu dari tadi. Menggunakan segala macam bujukan mulai dari berbicara pelan-pelan, sampai menendang-nendang pintu kamarnya sambil mengancam akan membongkar kuburan Onel. Tapi dia tetap tidak mau keluar.
            
Aku mulai frustasi, masalahnya, hanya ada aku, Yongjin, dan Hahee yang ada di dorm. Ketiga member yang lain belum pulang dari schedule mereka masing-masing. Aku tidak akan minta tolong kepada Hahee kecuali dia orang terakhir yang ada di dunia ini yang bisa aku mintai tolong.
             
Siapa yang harus aku mintai tolong? Jonghyun oppa? Tidak mungkin, dia masih di Jepang. Siapa? Siapa? Woohyun oppa? Ah, nggak ada pilihan lain. Aku akan menelfonnya. Lagi pula, Onel itu anak anjing dari Woohyun oppa.
             
15 menit kemudian Woohyun sampai di depan pintu dorm kami. Dia datang bersama Sungjong. Badan mereka sedikit basah kuyup karna hujan. Aku segera menyuruh mereka masuk dan menjelaskan kenapa Yongjin bertingkah seperti itu. Mereka mengangguk. Aku kembali mengetuk-ngetuk pintu kamar Yongjin. “Yongjin-ah! Buka pintunya sekarang atau aku terpaksa memakai kunci cadangan. Kalau sampai aku melakukannya, jangan protes tentang privasi-privasi-mu itu! Yongjin-ah!”
             
Terdengar gebrakan di pintu, sepertinya Yongjin baru saja melempar sesuatu ke arah pintu. “Aish! Anak ini,” omelku. Aku segera masuk ke kamar-ku dan mengambil kunci cadangan, lalu membuka pintu kamar Yongjin dengan itu. Aku baru akan menghampiri Yongjin saat Woohyun menarik tanganku.
             
“Biar aku yang bicara padanya,” katanya.

Aku membiarkannya masuk ke kamar Yongjin. Aku menunggu di depan pintu bersama Sungjong. Melipat tanganku di depan dadaku dan mendengarkan percakapan mereka.

“Yongjin-ah,” panggil Woonhyun. Ia duduk di pinggir tempat tidur Yongjin.

Yongjin berhenti mengangis, tubuhnya yang tertutup selimut dari ujung rambut sampai ujung kaki berhenti berguncang-guncang. Aku takjub, Woohyun oppa baru menyebut namanya tapi hal itu cukup untuk membuat Yongjin berhenti menangis. Aku menahan diriku untuk tidak bertepuk tangan. Tapi rasa takjubku meredup karena sedetik kemudian Yongjin kembali menangis. Tangisnya malah bertambah kencang dan dia tidak berusaha menahan isakkan tangisnya.

“Jangan menangis lagi, dong. Aku tidak marah kok Onel mati. Aku lebih senang dia mati daripada hidup tapi sakit-sakitan karna keracunan,”

Tangis Yongjin bertambah kencang. Beneran deh, kalau sampai ini bertambah buruk, aku akan mengusirnya saat itu juga.


“Sepertinya aku tidak bisa membuatmu berhenti menangis ya? Baiklah, lagi pula, aku bukan orang yang tepat untuk membuatmu berhenti menangis. Kau sudah punya namjachingu,” kata Woohyun sambil menunduk. Sumpah, ini apa-apaan?


Yongjin duduk dan membuka selimutnya, tapi masih menyampirkannya di sekeliling kepalanya, sehingga mukanya masih tertutup. Tapi aku melihat mukanya sekilas. Astaga, aku bersyukur di sini tidak ada kamera. Yongjin-ah, mukamu parah sekali.


Woohyun menatapnya sekilas lalu melanjutkan kalimatnya, “Aku tau, kalau kau menangis, aku tidak akan jadi orang pertama yang kau datangi. Iya kan? Tapi kau tau? Kau boleh kapan saja datang kepadaku. Aku kan sahabatmu. Saat kau tertawa, aku juga akan tertawa. Tapi saat kau datang kepadaku sambil menangis, aku akan duduk di sampingmu. Menghiburmu sampai kau tersenyum. Menemanimu menangis kalau kau tidak bisa berhenti menangis. Mungkin aku akan ikut menangis.”


Diluar dugaan, Yongjin menatap Woohyun. “Benar? Oppa janji?”

“Aku berani bertaruh. Kau boleh pegang janjiku,”

“Sampai kapan?”

“Selamanya,” 

“Selamanya?” tanya Yongjin. Woohyun mengangguk sambil tersenyum. Yongjin balas tersenyum.

Sungjong menarik tanganku “Kau yakin mereka nggak ada something?”

Aku mengangguk mantap. “Yongjin sudah mengenalkan Woohyun oppa ke Jonghyun oppa. Kalau memang mereka ada something, Yongjin nggak akan berani ngenalin Woohyun oppa ke Jonghyun oppa. Kau tenang saja,”

***

Hari itu hari minggu, beberapa minggu setelah kematian Onel, kami baru pulang beberapa jam yang lalu dari show kami di Paris selama seminggu. Tapi Yongjin sepertinya tidak lelah, dia keluar kamar dan berpakaian rapi. Dia juga membawa tas tangannya. Juga sebuah paper bag yang berukuran lumayan besar. “Apa itu? Kau mau ke mana?”
             
Yongjin mengangkat paper bag-nya. “Oleh-oleh,”
             
“Buat siapa? Kau mau ke mana sih?”
             
“Mengantarkan oleh-oleh ini, ke mana lagi?”
             
“Kita kan baru sampai,” kali ini Hyemi yang bicara.
             
“Terus kenapa?”
            
 “Istirahat dulu Yongjin-ah,” perintah Sanghwa.
            
“Aku nggak capek eonni, eonni istirahat duluan aja. Aku pergi dulu, annyeong!” Yongjin melambaikan tangannya dan berjalan keluar.
            
“Aku ikut,” teriakku. Aku melesat ke kamar ku, mengganti kaus ku dengan blouse dan mengenakan celana bahan.

***


Aku dan Yongjin sedang duduk di dalam taksi. Yongjin meletakkan paper bag tadi di pangkuannya. Kami baru saja dari dorm SHINee, mengantarkan oleh-oleh untuk Jonghyun, sebuah kotak music berbentuk piano, lagu-nya Ave Maria. Menurutku itu lumayan langka, setauku, kotak music itu kebanyakan music klasik.

Sekarang kami menuju dorm Infinite. Satu lagi oleh-oleh yang ada di paper bag itu sudah pasti untuk Woohyun, tapi aku belum mengetahui isinya. Saat aku sedang berusaha mengintip ke dalam paper bag itu, Yongjin menatapku. “Wae?” tanyaku salting.

“Pakaian umma aneh,” katanya.

“Aneh kenapa?”
             
“Nggak biasanya umma memakai celana bahan begitu. Terus juga nggak biasanya umma pake item-item gitu. Biasanya kan umma identik sama warna ungu,”
             
Aku menatap pakaianku. Benar juga, kenapa ya? Aku tadi hanya mengambil pakaian yang pertama kulihat. Lagi pula, memangnya kenapa kalau aku pake hitam-hitam?
            
 “Umma mau melayat ya? hahahaha,” candanya.
             
Biasanya aku tertawa kalau sahabatku ini bercanda. Tapi entah kenapa menurutku candaannya kali ini tidak lucu. Entah kenapa tapi mendadak aku punya firasat buruk.

***

Yongjin memencet bell pintu dorm Infinite beberapa kali. Sungjong yang membuka pintu. Mukanya langsung pucat saat melihat siapa yang memencet bell.
            
 “Woohyun oppa mana?” Yongjin mempersilahkan dirinya sendiri untuk masuk. Dasar tidak sopan.
             
“Hyung!” panggil Sungjong.
             
Sebentar, ada yang salah dengan suaranya. Aku memegang kepalanya. Memaksanya menatapku. Tapi dia menolak. Dia menunduk, menutup kedua matanya dengan satu tangannya dan kembali memanggil, “Hyung!” teriaknya lebih keras. Aku tidak salah. Memang ada yang salah dengan suaranya. Mungkin sedang flu?
             
L mengetuk pintu kamar Woohyun, “Hyung,” panggilnya.
             
Sunggyu membuka pintu dan keluar. Langsung menatap Yongjin yang berdiri di tengah ruangan.
             
“Mana Woohyun oppa? Aku bawa oleh-oleh,” kata Yongjin ceria.
            
Sunggyu mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan dengan gugup. Tapi semua member Infinite yang lain menatapnya. Firasat burukku bertambah, aku beralih ke Sungjong. Menarik tangannya agar tidak menghalangi mukanya. Dia menangis.
             
Melihat tatapan orang-orang yang ada di ruangan itu, perasaan Yongjin jadi tidak enak. “Mana Woohyun oppa?” tanyanya lagi. Kali ini setengah berteriak.
             
“Yongjin-ah, duduk dulu,” kata L lembut.
             
“Sireo! Mana Woohyun oppa?”
            
“Hyung,” panggil Hoya. Sunggyu menoleh dan menganggukkan kepalanya.
             
“Yongjin-ah, maaf,” katanya sambil menunduk.
            
 “Maaf kenapa? Jangan bercanda oppa. Aku mau ketemu Woohyun oppa,” bentak Yongjin.
            
“Aku belum selesai! Dengarkan aku dulu!” Sunggyu balik membentak. Yongjin terlonjak kaget. Baru kali ini dia dibentak oleh Sunggyu. Tatapan Sunggyu melembut. “Maaf,”
            
“Ada apa oppa?”
            
“Sial!” bentaknya pada diri sendiri. “Harusnya aku menolak menjadi orang yang harus memberitahumu ini!” tatapannya kembali kepada Yongjin, “Yongjin-ah, kau belum dengar beritanya? Yah, Woohyun… dia… terjadi kecelakaan di stage saat rehearsal. Lightning jatuh dan…” Sunggyu menarik nafas sebelum melanjutkan kalimatnya, “Lightning itu menimpa kepalanya dan dia… dia…. tidak sadarkan diri,”
             
Tangis Sungjong pecah, aku menutup mulutku dengan kedua tanganku. PRANG!! Paper bag yang di bawa Yongjin terjatuh. Isinya pecah ke mana-mana. Sebuah miniature menara Eiffel yang terbuat dari kaca. Manis sekali.
             
Yongjin menggeleng tak percaya, dia menunduk, lalu mengangkat kepalanya sambil tersenyum, “Kalau begitu, antar aku ke rumah sakit. Aku mau bertemu dengannya,”
             
Aku menatapnya tak percaya. Dia tidak mungkin masih berada di rumah sakit! Kau bodoh, Han Yongjin!
            
“Sunggyu oppa tidak mau mengantarku? Ya sudah,” dia berbalik dan menarik tangan Sungjong. “Kenapa oppa nangis? Ayo antar aku,”
             
Sungjong bergeming. Sunggyu menendang remote yang ada di dekat kakinya lalu masuk ke kamarnya dan membanting pintu. Semenit kemudian, dia keluar sambil mengenakan jaket, mengantongi kunci mobil, dan menarik lengan Yongjin. “Aku akan membawamu bertemu Woohyun,”
            
"Oppa, sakit! Jangan kasar-kasar!” Yongjin memukul-mukul lengan Sunggyu. Tanpa berfikir, aku menarik lengan Sungjong dan berlari mengikuti mereka.

***

             
Sudah lebih dari 2 jam kami berada di sini. Yongjin berlutut di samping sebuah pusara. Di batu nisannya terukir nama yang membuat lututku lemas saat membaca namanya

NAM WOOHYUN

             
Yongjin sudah menangis dari tadi. Dia tidak membiarkan satu pun dari kami untuk menghiburnya. Dia ingin merasakkan sakit itu. Dia ingin merasakkan rasa kehilangan itu. Tidak ada lagi yang bisa kami lakukan,  aku, Sunggyu, dan Sungjong berdiri beberapa meter dari pusara Woohyun.
             
Pakaian umma aneh,” “Nggak biasanya umma pake hitam-hitam gitu”“Umma mau melayat ya? hahaha” kejadian di taksi tadi berputar-putar di otakku. Aku menggelengkan kepalaku dan menunduk. Menggenggam kalung pemberian nenekku. “Nenekku kan cenayang”

Aku akan ada di sampingmu. Menemanimu menangis kalau kau tidak bisa berhenti menangis. Mungkin aku akan ikut menangis” aku tersenyum kecut mengingat janjinya pada Yongjin.


 
Aku hanyalah bayangan. Aku hanyalah cahaya yang bersinar. Aku tak bisa disentuh, tak bisa juga dilihat.


Aku hanya bisa melihat. Aku hanya bisa mendengar.


Aku melihat Yongjin menangis. 


Dan diriku yang harusnya sudah tidak merasakan apa-apa, terasa sakit di bagian jantungku.


Tangisnya memanggilku. Aku tak bisa membiarkan dia menangis.


Karena ketika ia menangis, hatiku menangis lebih keras daripadanya.


Dan ketika ia menderita, hatiku menderita lebih sakit daripadanya.


Tapi aku tahu, dengan keadaanku yang seperti ini,
 aku tak bisa membuatnya berhenti menangis..
 
Tuhan, tolong berikan aku kesempatan.


Sekali ini saja, beri aku kesempatan untuk memenuhi.


Setidaknya sedikit dari janji yang tak bisa kupenuhi.


Biarkan aku menemaninya menangis.


Bahkan jika keberadaanku hanyalah tinggal kekosongan,
aku akan tetap menemaninya saat ia menangis.



Aku terlonjak kaget dan melihat sekeliling mencari sumber suara itu. Aku mengenal suara itu. Tanpa sadar aku mencengkeram lengan baju Sunggyu sampai telapak tanganku merah.
             
“Kenapa?” tanyanya. Aku tidak menjawab.
             
"Kau tidak akan mau melihat makhluk-makhluk yang seharusnya tidak bisa kau lihat. Termasuk orang yang sudah mati. Percayalah padaku,”
             
Dan di sanalah dia! Putih, pucat, dan… tembus pandang. Sedang berlutut di hadapan Yongjin. Mengulurkan tangannya dan menghapus air mata yang mengalir di pipi gadis itu. Yongjin terkesiap. Dia mengangkat kepalanya dan melihat sekeliling. Seperti mencari sesuatu. Mungkinkah dia menyadari kehadiran Woohyun?
             
Aku tak sanggup lagi melihatnya. Aku sudah menggigit bibirku sampai berdarah untuk menahan isakkanku. Aku membiarkan Sunggyu memelukku dan aku merasa sedikit lebih tenang. Tapi saat aku melihat Woohyun memeluk Yongjin, leherku kembali tercekat.

“Woohyun oppa,” panggilnya di sela-sela tangisnya.

Andai Yongjin tau Woohyun sedang memeluknya sekarang.

Dan saat aku melihat setitik air mata mengalir di pipi Woohyun, aku tidak sanggup lagi menahan tangisanku.

-TAMAT-